Client’s Red Flags: Perhatikan 7 Tanda Ini Saat Dealing dengan Client
Sebagai freelancer, kita bebas untuk memilih client dan menentukan rate. Tapi ada kalanya, mungkin saja pas kita gak ada job atau project dan kita bertemu dengan ini client. Karena sangat butuh job, menjadikan kita tidak terlalu aware dengan tanda-tanda jaman ehh client’s red flags. Mungkin kita berpikir, mumpung sepi ehhh ada project nih, sayang kalau di lepas. Nah,,,,
Tidak hanya untuk freelance pemula, bahkan freelance yang sudah lama berkecimpung di dunia remote work pun perlu selalu mengasah sensitivitas terhadap sign dan tanda-tanda red flags alias bendera merah alias hal-hal yang mencurigakan dari para calon client.
Sebagai freelance, semakin cepat kita bisa “mencium” atau melihat tanda-tanda red flags dari client, semakin kita bisa menghindari sakit kepala dan stress nantinya. Kita bisa memutuskan apakah kita mau menanggung risiko sakit kepala hingga refund atau apakah kita harus move on saja.
Nah, kalau lain waktu ada client yang ingin bekerja sama, ketahui dan waspadai tanda-tanda red flags ini, apakah ada satu atau lebih atau malah semua red flags ada di client. Waspadalah…..waspadalah….
Proper brief
Sebelum memutuskan menerima project atau job, sebagai freelancer pastinya kita membutuhkan job brief yang pasti. Job deskripsi, tenggat waktu atau deadline, bagaimana cara kita deliver hasil kerja, dll.
Jangan sampai kita sudah menerima dan tanda tangan kontrak tapi masih belum paham project apa yang akan dikerjakan.
Ada kalanya, kita bertemu dengan client yang “pelit” membagikan informasi tentang project dan brief. Padahal, jika tidak ada brief, maka project tersebut tidak jelas tujuannya apa. Ada kemungkinan, client juga bingung tentang projectnya sehingga tidak bisa memberikan job brief yang pasti.
Hal ini bisa jadi salah satu tanda red flags buat freelancer, karena client mungkin tidak paham value apa yang kita tawarkan, apa hasil yang di inginkan client dan bagaimana kita sebagai freelancer bisa membantu dia.
Baca juga Tips & Cara Membuat Portfolio Untuk Freelance Pemula
Jika kita tetap menerima project tanpa brief yang pasti, mungkin kita tidak tahu persis apa saja ekspektasi client. Hasil akhirnya, mungkin kita akan selalu diminta melakukan revisi (tanpa akhir) untuk memenuhi brief halu dari si client. Dari sisi client, dia akan memandang hasil pekerjaan kita tidak maksimal karena selalu revisi. Padahal, semua karena tidak adanya job brief yang pasti di awal.
Cara mengatasi
Buat template yang bisa di isi oleh client terkait brief dan ekspektasi. Ini akan sangat menghemat waktu dibandingkan selalu bertanya di awal dan tidak mendapat jawaban pasti. Setelah client mengisi form atau template, sediakan waktu untuk online meeting membahas brief tersebut.
Jika client tidak mau untuk mengisi form atau template, menandakan tidak ada niat atau keseriusan terkait project. Jadi, move on untuk menghindari masalah yang akan datang.
Deadline
Client yang terdesak deadline, suka panik, panikers.
Jika punya client yang modelnya seperti ini, client yang panik bisa menyebarkan rasa panik juga ke freelancer. Mereka (client) akan meminta project diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat mepet cenderung mustahil.
Tentu saja, dalam setiap pekerjaan, sangatlah wajar ada deadline. Tapi kalau terjadi terus menerus di lingkungan kerja, adalah hal toksik yang bisa membuat kita burned out dan stress.
Jika kita memutuskan untuk tetap bekerja sama dengan client seperti ini, ke depannya kalau ada kerja sama atau project baru lagi, pasti juga akan terkendala di masalah waktu dan deadline.
Cara mengatasi
Selalu tegas memberikan jangka waktu deadline ke client. Beri deadline yang berbeda ke diri sendiri dan ke client. Jadi kita masih ada waktu leboh longgar seumpama terjadi revisi dan tidak terburu-buru menyelesaikan pekerjaan.
Jika client memang sangat membutuhkan projectnya selesai dalam waktu cepat, pertimbangkan untuk menambah atau menagih biaya tambahan di luar nilai project yang disepakati. Bisa jadi, client menolak biaya tambahan dan menambah batas waktu deadline. Kita tidak pernah tahu.
Tawar harga
Client yang sedari awal sudah menawar harga, bisa jadi nantinya membikin kita sakit kepala.
Memang sebagai freelancer, harga dan rate kita bisa jadi sangat fleksibel, tapi tidak serta merta membuat client mempertanyakan bahkan meminta harga yang lebih rendah dari yang kita tawarkan. Sape lu??
Cara mengatasi
Apabila kita sering menemui hal ini, client yang menawar harga, coba cek rate atau package service yang kita tawarkan. Bisa jadi, rate yang kita tawarkan terlalu rendah.
Menaikkan rate secara berkala, bisa menjadi salah satu hal yang membantu kita untuk menemukan client yang pantas. Client yang bisa lebih menghargai expertise dan keahlian kita tanpa banyak menawar.
Pengalaman buruk dengan freelance sebelumnya
Kita bisa menilai baik buruknya client dari bagaimana cara client memperlakukan freelance yang di hire sebelumnya. Apakah client banyak mengeluh dan sambat tentang freelancer-freelancer yang pernah di hire? Apakah client merasa tidak puas dengan kinerja freelance yang sudah pernah bekerja sama dengannya?
Salah satu red flags yang pantas diwaspadai adalah client “ngrasani” ngomong jelek di belakang tentang freelancer. Bisa jadi, bukan freelancernya yang salah, malah mungkin saja client yang memang tidak bisa menghargai kinerja freelancer.
Sebagai freelancer, kita mendapatkan project via reputasi. Pikir baik-baik apakah sepadan kalau kita bekerja sama dengan client yang mungkin saja nanti dia akan menggosipkan kita di belakang dan membuat reputasi kita menjadi buruk.
Cara mengatasi
Sebelum memutuskan menerima project, tanya ke client tentang pengalamannya bekerja sama dengan freelance sebelumnya.
Tidak perlu penilaian 100% positif tapi dari nada suara atau tone, kita bisa tahu bagaimana nanti client memperlakukan kita saat bekerja sama.
Janji manis
Banyak freelance yang terjebak menurunkan rate dan harga dengan janji-janji manis rate akan naik setelah beberapa lama. Atau janji bonus atau komisi tapi client meminta rate diturunkan.
Well, itu seperti pepesan kosong.
Sebagai seorang profesional, kita tidak bekerja berdasarkan janji. Tobat deh, janji dari pasangan aja seringnya ga di tepati apalagi janji dari client yang notabene kita gak kenal sama sekali. Iya gak sih??
Selalu cek tentang client sebelum menerima kontrak. Bisa cek melalui website perusahaan, LinkedIn, Glassdoor, dll. Apakah client berasal dari perusahaan yang benar-benar valid atau tidak.
Cara mengatasi
Buka mata dan telinga lebar-lebar serta waspada kalau ada klien yang terlampau manis bak gulali.
Kita butuh project dan client, bukan partner yang suka gombal.
Jangan mau menurunkan rate atau harga hanya karena di janjikan yang manis-manis di belakang yang belum tentu di tepati.
Tidak menghargai batasan
Sebagai freelance, agak susah kita membuat ekosistem kerja dan kehidupan yang seimbang alias balance.
Inginnya, weekend kita bisa libur tanpa komputer dan gadget dan email yang ngrecokin. Apalagi buat yang sudah berumah tangga, waktu untuk keluarga dan anak rasanya tidak terlalu banyak dibandingkan untuk client. Wajar jika kita kemudian menetapkan batasan. Misalnya, weekend off dari semua pekerjaan.
Client yang tidak bisa menghargai dan menghormati batasan yang kita buat, sangat penting untuk kita waspadai. Bekerja sama dengan client yang tidak bisa menghargai batasan kita, bisa membuat kita stress nantinya.
Cara mengatasi
Ketahui dengan jelas batasan kita. Jika kita adalah tipikal orang yang selalu “yes man” dan tidak pernah menolak meski client melanggar batasan kita, client akan mudah memanfaatkan sikap baik kita.
Komunikasikan batasan yang kita tetapkan di awal sebelum kontrak dan kerja sama. Informasikan dengan jelas ke client, jam berapa kita mulai bekerja, hari apa, kapan kita off, dll.
Client yang selalu berusaha merusak batasan yang kita tetapkan, adalah salah satu red flags yang patut di waspadai dan tidak layak untuk mendapatkan kerja sama kita.
Ingin mengontrol semua
Client meng-hire kita karena kita expert di bidang kita. Masuk akal ya? Pastinya client meng-hire kita selain karena project juga butuh saran dan masukan serta advice terkait project. Misalnya, saran tentang efisiensi waktu, tools yang lebih recommended, dll.
Tapi, ada juga client yang tidak bisa dan tidak mau menerima saran dan feedback dari freelancer.
Memang sih, client tidak harus menuruti semua saran dan feedback yang kita berikan. Tapi akan jadi aneh kalau client sama sekali tidak mempunyai ide atau menolak semua ide dan saran yang masuk.
Jika client tidak mau menerima saran, bisa jadi menandakan bahwa tidak ada progress atau kemajuan di project yang kita kerjakan. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha dan seberapa pandai kita bekerja, client tidak akan pernah puas. Eaktunya move on.
Cara mengatasi
Cari alasan apa yang menyebabkan client tidak mau menerima masukan. Lebih baik berkomunikasi langsung via call atau video call atau online meeting untuk mengetahui alasan yang pasti. Jangan pernah berasumsi.
Jika client menjadi emosional saat berbicara tentang masukan dan saran, atau jika client menolak semua saran yang kita berikan tanpa ada ide dari mereka, mungkin kita sudah terperangkap di area kerja sama yang toksik.
Kesimpulan
Di dunia kerja remote work, kita akan menemui berbagai macam tipe dan model client yang beraneka ragam.
Selalu waspada, hidupkan alarm red flags apabila ada client yang memenuhi salah satu atau bahkan semua tanda ini. Kita layak untuk mendapatkan kerja sama dan client yang lebih baik dan potensial.
Buat yang mau belajar skills tentang virtual assistant, sudah ada e-course terbaru khusus buat kamu. Klik link di image di bawah ini yaa…