Mau Naik Gaji? Tingkatkan Dulu Performa Kerjamu!
Mungkin belum banyak yang tahu background pendidikan dan pekerjaan saya sebelum saya menjadi freelancer di Upwork.
Itu karena saya belum pernah menuliskannya di sini, seingat saya.
Jadi anggap saja artikel ini adalah artikel perkenalan yang lebih lengkap tentang sebelum saya memutuskan menjadi fulltime freelance.
Banyak yang bertanya dan menganggap bahwa saya adalah lulusan akademi bahasa khususnya bahasa Inggris. Pengen ngakak sebenarnya. Enggak, saya bukan lulusan sastra Inggris.
Tidak seratus persen salah sih karena sedari SMP saya sudah sangat menyukai bahasa Inggris. Bahkan cita-cita saya waktu itu, kalau bisa kuliah mau kuliah di fakultas atau jurusan sastra Inggris. Pokoknya bahasa Inggris deh.
Tapi apa mau di kata, takdir berkata lain. Sesuka-sukanya saya dengan bahasa Inggris dan keinginan saya yang sangat besar untuk mempelajari bahasa tersebut, masih ada otoritas lain yang lebih berkuasa dalam hal membayar uang gedung dan uang kuliah. Ibu tercinta. Dan beliau tidak mau saya mengambil kuliah bahasa Inggris. Takut katanya, entar anak perempuannya di tipu bule. Wakwak…
Dari semua saudara-saudara ibu ber tujuh orang, hanya satu orang saja yang pantas dinilai sukes dan berhasil. Baik dari segi keuangan maupun jabatan, yaitu pakdhe saya. Sebut saja pakdhe A.
Pakdhe A ini bekerja di sebuah bank pemerintah daerah saat itu dan masuk ke jajaran top level. Kepala cabang bank daerah. Rumah megah, mobil banyak dan gaya hidup mentereng, sukses membuat ibu saya tercinta mempunyai cita-cita baru. Ingin anaknya bekerja di bank biar bisa sukses seperti pakdhenya.
Dengan memaksa, ibu menyuruh saya mendaftar di salah satu sekolah tinggi perbankan di kota Semarang. Padahal saya enggak suka sama sekali dengan angka, rok, dandan centil, dan duduk di belakang meja sambil memasang wajah manis. Itu bukan gue banget…..
Saya bisanya nurut saja, daripada gak kuliah ya kan? Tapi karena pada dasarnya bukan itu pelajaran dan jurusan yang saya sukai, seringlah saya bolos kuliah.
Padahal, awal masuk ke sekolah tinggi tersebut, saya dapat keringanan uang gedung gara-gara dapat peringkat 3 saat testing masuk. Peringkat 3 dari seluruh calon mahasiswa waktu itu yang ratusan orang, mayan banget kan? Tahun 1995, uang gedung saat itu IDR 3.000.000 dan karena dapat rangking 3, saya mendapat keringanan hingga 50%. Jadi hanya membayar IDR 1.500.000 untuk uang gedung.
Paling tidak, saya sudah meringankan beban ibu kan ya, hahaha…
Nilai perkuliahan rata-rata C dan D karena sering bolos. Dapat nilai A hanya di bahasa Inggris saja. IPK hanya 2 koma sekian.
Apakah saya menyesal? Enggak juga. Ngapain juga menyesal dapat IPK 2.
Setelah lulus, ibu berharap saya bisa bekerja kantoran sebagai karyawan bank. Berkali-kali beliau bilang, “Sana lho ndhuk, bilang pakdhemu kalau kamu sudah lulus kuliah. Siapa tahu nanti bisa dicarikan kerjaan sama pakdhe.
“Gampang ah Buk, nanti aku cari kerjaan sendiri aja.” Masih ingat banget saat harus menganggur satu tahun setelah lulus kuliah. Setiap hari Sabtu dan Minggu membeli koran hanya untuk melongok kolom lowongan pekerjaan. Lidah dan bibir sampai dower karena sering menjilat perangko. Saat itu mengirim lamaran pekerjaan masih pakai blangko dan di kirim via kantor pos. Belum ada JNE, JNT dan JN JN lainnya.
Meski menganggur, saya enggak yang rebahan aja. Demi mendapat uang jajan, saya kasih les pelajaran ke anak-anak tetangga. Buat roti kemudian di setor-setorkan ke beberapa toko sampai jaga toko baju part time di pasar Johar.
Saat itu saya masih tinggal di Semarang dan pasar Johar adalah pasar terbesar ples terdekat dari tempat tinggal saya.
Bagaimana saya mendapatkan pekerjaan pertama kali? Berkat ibu saya lagi.
Perjalanan Sebagai Karyawan
Agak-agak lupa tapi sepertinya saya mulai bekerja di tahun 1999-2000. Saat resesi gegara George Soros melanda Asia dan dunia.
Dari dolar seharga IDR 2000 per dolar membengkak dan melonjak drastis di IDR 15.000 per dolar.
Banyak perusahaan mebel dadakan yang tiba-tiba muncul. Banyak juga pengusaha-pengusaha eksportir mebel di Jepara yang tiba-tiba menjadi kaya alias OKB (orang kaya baru) dan langsung beli mobil 2, rumah, tanah, bahkan menambah istri.
Berapa gaji pertama saya saat itu? IDR 110.000 per bulan. Lulusan D3, tidak pandai menguasai komputer, malu-malu berbahasa Inggris.
Kerjaan saya? Mencatat pengiriman/penyetoran mebel dari supplier ke gudang. Mencatat kasbon.
Gaji sebesar IDR 110.000 per bulan yang sering habis untuk biaya naik bus PP dan makan siang. Bahkan seringkali 2 minggu pertama uang gajian ini sudah habis tak bersisa.
Mau minta naik gaji? Tidak bisa Ferguso. Selain belum mempunyai kemampuan yang memadai, perusahaan tempat saya bekerja saat itu adalah perusahaan keluarga yang enggan memberi gaji besar kepada para karyawannya.
Saya memutuskan untuk mencari peruntungan di tempat lain. Yes, saya resign dan melamar kerja di perusahaan lain. Masih di Jepara juga.
Gaji saya di perusahaan kedua, IDR 550.000 per bulan. Job desk menjadi asisten marketing. Tapi ternyata tidak tentu job desknya apa. Baru tahu beberapa bulan kemudian kalau perusahaan ini tidak sehat dan mulai limbung perlahan.
Sebagai karyawan, saya menyelamatkan diri dengan mencari kerja di perusahaan lain di Semarang.
Kutu loncat? Kayaknya begitu hehe.
Sampai akhirnya di tahun 2003 saya baru beberapa bulan melahirkan anak, teman saya menawari untuk bekerja di tempat dia sebagai marketing freelance.
Saat itu saya sudah tanda tangan kontrak di sebuah perusahaan eksport furniture di kawasan berikat dengan gaji IDR 2.250.000 per bulan. Tapi tidak langsung masuk, menunggu sekitar 2 minggu dari tanda tangan kontrak, baru saya masuk kerja. Rencananya begitu.
Mumpung masih ada waktu satu dua minggu, saya memutuskan untuk menemui teman saya ini lebih dulu. Sekedar bertukar info, pikir saya saat itu.
Tips buat kalian yang mau propose kenaikan gaji
- Catat raport dan kinerja kamu secara rinci selama minimal 3 bulan. Data ini bisa menjadi senjata untuk mendukung permintaan kenaikan gaji kamu.
- Disiplin waktu. Masuk kantor jangan sampai terlambat. Jam makan siang jangan sampai molor. Jangan berniat lembur hanya untuk mendapatkan insentif lemburan.
- Perdalam kemampuan dan skill kerja.
- Ambil tambahan kursus atau apapun yang bisa mendukung kinerja kamu di kantor.
- Stop mengeluh dan bergosip. Perusahaan paling tidak suka dengan karyawan yang tidak bisa memanfaatkan waktu kerja dengan baik.
- Senyum dan sapa setiap kali masuk ke kantor ke siapapun yang ada pada saat itu. Berpamitan kepada siapapun yang ada di kantor setiap kali pulang.
- Tidak mengambil keuntungan dari jabatan.
- Ambil setiap peluang dan kesempatan. Selalu tantang diri sendiri untuk menjadi lebih baik lagi.
- Berperilaku sopan dan mengenakan pakaian sopan sesuai dengan aturan perusahaan.
Kamu juga bisa menyontek tips-tips naik gaji dari Ekrut di artikel ini: 5 Tips Ampuh Agar Gaji Kamu Naik
Cara Meningkatkan Performa Kerja ala Saya
Dari awal saya bekerja di tahun 1999-2000 pengetahuan saya tentang bagaimana cara memakai komputer masih nol besar. Saya menyadari bahwa saya harus meningkatkan kemampuan dalam hal menggunakan komputer. Beruntung, ada teman kantor yang meminjami buku tentang bagaimana belajar excel. Itu sangat membantu sekali di kemudian hari.
Karena pekerjaan saya di bidang eksport furniture yang mengharuskan saya untuk berkomunikasi dengan klien dari luar negeri, saya juga harus meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya yang pas-pasan.
Saat itu belum ada kursus online. Mau ambil kursus offline juga tidak ada waktunya karena saya bekerja. Satu-satunya kesempatan, berlatih speaking dengan teman sendiri. Itu yang saya lakukan dulu.
Kemudian, saya mempelajari tentang dokumentasi eksport. Tentang shipping dokumen, tentang LC (letter of credit) dan masih banyak lagi.
Sedikit demi sedikit saya berprogress dan bertumbuh.
Semua yang saya pelajari secara tidak langsung memengaruhi cara kerja dan performa kerja saya saat itu.
Buat kamu yang ingin naik gaji, jangan abaikan kesempatan untuk mengupgrade skill dan kemampuan kamu.
Berinvestasi pada diri sendiri, seribu kali lebih baik daripada berinvestasi di tempat lain.
Memulai Kerja Freelance yang Pertama
Bisa di kata mungkin takdir kali ya.
Saya lebih memilih kerja freelance di perusahaan tempat teman saya ini. PT Meubelindo Internasional.
Membuang kesempatan untuk menerima gaji tetap dan memilih jalan ninja sebagai freelancer yang notabene tanpa gaji adalah hal yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya.
Saya juga tidak tahu, kenapa saat itu tiba-tiba saya merasa sreg dan oke deh dijalanin dulu.
Di PT Meubelindo ini, tugas saya adalah mencari order atau mencari customer. Produknya berupa garden furniture khusus eksport. Jadi, customer juga harus dari luar negeri dan bukan lokal.
Tidak ada gaji, hanya ada makan siang dan kopi sepuasnya.
Tapi di tempat ini adalah tempat di mana saya di tempa pertama kalinya menjadi seorang sales dan freelancer. Yang tidak akan bisa saya dapat di tempat lain.
Sistem no gaji sehingga tidak mungkin saya minta naik gaji, perusahaan hanya menawarkan bagi hasil saja dari profit.
70% untuk perusahaan dan 30% untuk saya kalau saya mendapat order. Ordernya harus full satu container, gak boleh ecer.
Tahun 2013 saat media digital dan internet belum seramai sekarang, saya sudah mulai mencari leads dan database.
Masih belum jamak adanya email marketing tapi saya sudah setiap hari mengirim email secara manual ke ratusan leads. Setiap hari.
Di tolak? Sering. Tapi pemilik perusahaan dan juga mentor saya sering berkata, kita tidak sekedar berjualan tapi kita menawarkan solusi. Diterima atau tidak, itu bukan urusan kita. Mengalami penolakan itu wajar sepanjang kita masih punya database segambreng, begitu kata beliau.
Jadi saya sudah kebal mengalami penolakan dari calon klien, klien yang meminta harga lebih rendah sampai klien yang melayangkan aduan dan keluhan serta complain.
Saat itu, saya bisa menghasilkan sekitar IDR 5 hingga IDR 10 juta per kontainer. Bahkan pernah menyentuh angka IDR 100 juta per tahun. Penghasilan yang tidak akan pernah saya terima kalau saya hanya menjadi karyawan.
Bayangkan, IDR 2.250.000 per bulan, per tahun hanya IDR 27 juta. Tidak kurang tidak lebih. Dibandingkan menjadi freelancer yang bisa lebih bebas untuk menghasilkan lebih.
Bangga? Jelas.
Saya bisa dan mampu menyekolahkan anak di salah satu TK dan SD favorit di kota Semarang. Bisa menyewa tenaga pengasuh anak dan menyewa rumah sendiri. Bisa memberi materi ke sana sini.
Tapi sesuatu yang berawal baik, tidak selalu berakhir dengan baik.
Satu saat saya menerima order 1 container dari klien saya. Klien ini sudah beberapa kali order dan selalu puas dengan kualitas produk kami. Dia seorang distributor garden furniture di Florida.
Hingga, saya menerima email dari dia yang menceritakan kalau semua produk yang kami kirim ternyata tidak bisa di rakit dan di pasang dengan baik dan pas.
Produknya adalah Adirondack Chair, mirip seperti ini bentuknya dan terbuat dari teak atau kayu jati.
Produk Adirondack Chair ini dibuat dengan sistem knock down, jadi harus dirangkai dan dirakit sendiri oleh pembeli.
Kalau pernah membeli produk-produk dari Ikea, nah mirip-mirip seperti itu. Ada manual cara pemasangan, dowel, dll untuk merakit produk.
Mendapat berita seperti ini, saya kaget banget karena tidak biasanya kita salah produksi. Dan memang benar, setelah di investigasi lebih lanjut, ternyata tidak ada percobaan perakitan yang dilakukan sebelum produk di loading.
Para karyawan produksi hanya membuat bagian per bagian chair tanpa di uji coba rakit dan pasang secara manual. Begitu komponen selesai diproses, langsung di packing box dan masuk ke container.
Apes banget.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, perusahaan mengirimkan ganti produk sejumlah produk gagal tersebut. Benar-benar di ganti semua dan kita mengirim lagi 1 container sebagai gantinya. Tanpa ribet.
Suka dengan mindset pak mentor yang seperti ini.
Tapi ternyata, niat baik ini juga belum cukup untuk mengembalikan kepercayaan dari klien tersebut. Hingga akhirnya saya dan dia benar-benar lost contact.
Saya seperti patah hati. Saya stress karena dia klien terbaik saya. Tidak pernah nawar harga, no complain dan enak di ajak kerja sama.
Hingga akhirnya saya memutuskan pergi dari Meubelindo setelah hampir 6 tahun di sana sebagai freelancer.
Berat, tapi saya masih membutuhkan penghasilan.
Kembali Jadi Karyawan
Dari Meubelindo, saya tidak bisa menemukan perusahaan sejenis dengan sistem kerja yang sama.
Saya menjadi karyawan lagi di perusahaan mebel (lagi) yaitu PT Woodexindo, milik orang Jerman.
Keluar dari Woodexindo, saya masuk ke PT Bonanza Megah, dari furniture ganti jualan minyak dan mentega haha…
Bermodal segambreng pengalaman selama hampir 10 tahun lebih, harusnya saya berani untuk nego dan naik gaji lebih tinggi. Nyatanya, gaji saya masih di angka IDR 3 juta per bulan dan harus dipotong gaji harian kalau sakit atau tidak masuk kantor.
Mau minta naik gaji lagi? Saat itu saya belum ada nyali. Sudah capek harus keluar masuk perusahaan lagi.
Di PT Bonanza itulah terakhir kali saya bekerja sebagai karyawan sebelum kami sekeluarga bedhol desa ke Kalimantan Tengah.
Finally, Full-time Freelance
Saya sudah sering cerita kesana kemari kalau saya memulai bekerja freelance di Upwork itu tahun 2016.
Tahun-tahun yang masih aman dari cobaan suspend dan masih menikmati enaknya connect gratis sebanyak 60 connect per bulan. Masih bisa hura-hura dan foya-foya connect.
Masa-masa yang registrasinya tidak seketat dan sesulit sekarang.
Hingga saat ini, saya masih betah di Upwork dan belum noleh-noleh ke freelance service marketplace yang lain.
Gaji Karyawan vs Gaji Freelancer
Saat masih menjadi karyawan, sepertinya tidak ada undang-undang atau ketentuan atau aturan perusahaan tentang kenaikan gaji karyawan. Kenaikan gaji karyawan adalah mutlak karena belas kasihan atasan kepada karyawan.
Semisal gaji saya IDR 1 juta rupiah per bulan ya pastinya akan terus sama besarnya meskipun saya sudah bekerja selama 3 tahun.
Kecuali saya mendekati staf bagian finance atau langsung laporan ke atasan sendiri untuk meminta “sedikit” kenaikan gaji. Yang seringnya gagal daripada berhasil.
Saya tidak bisa menentukan seberapa besar dan seberapa banyak saya ingin menghasilkan setiap bulan atau setiap tahunnya.
Di Upwork, saat pertama kali register, saya memasang harga rate card sebesar $8/jam.
Beberapa bulan kemudian saya menaikkan rate card saya menjadi $10 per jam. Hingga sekarang ini saya sudah mantap menaikkan rate card $15 per jam.
Tentunya setelah menilai performa dan kualitas pekerjaan saya sendiri. Membandingkan dengan kualitas dan rate card freelancer lain yang menjual skill service serupa dengan saya.
Apakah ada yang keberatan saat saya menaikkan rate card? Tidak ada. Karena saya seorang freelancer, seorang self employee yang tidak harus bergantung kepada atasan untuk bisa naik gaji. Upwork sebagai freelance service marketplace pun akan semakin senang karena komisi dia meningkat kalau saya menaikkan rate card.
Kapan lagi bisa naik gaji dengan mudah semudah mendelete dan mengetik angka yang berbeda, ya kan?
Sudah siap naik gaji? Yuk berikan komentar terbaik kamu di sini ya.
Sebagai guru BK yang memberikan bimbingan tentang karir setelah lulus nanti, tulisan ini bagus banget buat kasih motivasi ke anak-anak. bolehkah dibuat sebagai rujukan, mbak? tentunya dengan mencantumkan sumber..
boleh mba Ria, silahkan 🙂
Kalau mau naik gaji pastinya harus punya kinerja yang baik dong ya, mbak. Tapi kalau di perusahaan saya bekerja kenaikan gajinya ya barengan seluruh karyawan sih yang membedakan paling potongan sana sininya. Heu
Enak dong mbak, barengan jadi traktir-traktiran bareng hahaha
Judulnya oke banget. Jangan nuntut gaji gede kalo kerja ogah-ogahan. Saya tipe orang yang siap bekerja di bawah tekanan, tapi kalau merasa apa yang saya dapat tidak sesuai dengan yang saya kerjakan, saya memilih mundur. Karena ada juga perusahaan yang tak peduli dengan kerja keras karyawan.
Bener juga mbak, daripada gak dihargai dan sakit hati kan ya.
Wainiii..kerja aja belum bener sudah mau naik gaji…setuju mesti ada tahapan dan cara yang dilakukan dan peningkatan kemampuan pastinya. Skill segitu tapi maunya naik melulu huuhu
Btw, pengalaman warbiayas Mbak In…keren, pantesan jadi matang banget sekarang dan makin pede jadi freelancer. Karena termasuk tipe yang selalu upgrade diri dan berbagi. Yang terakhir ini yang eggak semua orang mau melakukan. Salut padamu!
Ya ampun lama2 kepalaku obesitas karena kebanyakan kau puji mbak haha
Mba, aku kok berasa relate banget dengan kisahmu tentang lika-liku pekerjaan. Sampai dengan keluar dari kantor 3 tahun lalu, aku juga beberapa kali gonta-ganti pekerjaan. Yang terakhir mirip-mirip denganmu, masih kayu juga. Bukan wooden furniture sih, lebih ke wood working. Kerjaanku juga cari buyer dari luar negeri walaupun akhirnya hasil kerjaku diakui oleh orang lain hehehe… Biasalah kalau pabrik milik keluarga, orang lain terutama pribumi, mana bisa naik.
Pengin juga dong mba kerja jadi freelancer di Upwork. Beberapa kali baca artikel Mb Indri tapi aku belum paham-paham juga nih.
Iya mba Uniek, agak susah kalau kerja di perusahaan atau parbik milik keluarga gitu.
Daftar langsung aja dulu di Upwork mbak, sekalain baca2 TOS nya.
Alhamdulillah aku jadi bersyukur banget bisa kuliah sesuai passion, bahasa inggris. Sama kayak impian mbak. Selepas kuliah bisa buka kursus Bahasa Inggris sendiri. Dan sekarang masih cuti ngajar habis lahiran.
Keren mbak Nabila, bisa menghasilkan dari jasa kita sendiri itu rasanya pasti wow bangga banget ya. Apalagi yang sesuai passion.
Seru baca pengalaman perjalanan karirnya mbak. Menginspirasi banget kalo mau kerja di manapun tetap lakukan yang terbaik dan upgrade skill jadi lebih baik lagi
Iya mba Rani, kutu loncat aku tu haha
Kesuksesan prosesnya panjang ya Mbak..Hasil sesuai usaha yang dilakukan.
Saat ini masih berproses juga kok mba Nani, semoga bisa lebih baik lagi, amin.
Suka sekali baca ceritanya Mba, mengalir. tau2 udah di paragraf terakhir.Hehe Saya setahun terakhir juga sedang menggeluti dunia freelance mba, belum sebesar Mba Indri honornya tapi happy karena waktunya fleksibel, bisa kerja sambil momong anak juga hehe
Masalah honor nomor 2 mba Titik, no 1 pastinya keluarga, tetep 🙂
Suka sekali baca ceritanya Mba, mengalir. tau2 udah di paragraf terakhir.hehe Saya setahun terakhir juga sedang menggeluti dunia freelance mba, belum sebesar Mba Indri honornya tapi happy karena waktunya fleksibel, bisa kerja sambil momong anak juga hehe
keluarga yang paling utama ya mba 🙂
setuju mbak indri, klo performa kerja kita makin bagus, biasanya reward akan mengikuti ya mbak
bener banget mba Dian.
Aku tertarik banget waktu Mba Indri membahas tentang fulltime Freelancer. boleh bagi tipsnya mba agar bisa konsisten jadi Fulltime Freelancer dan kualifikasi apa aja sih yang dibutuhkan agar bisa jadi freelancer di Upwork? thanks before Mba, aku suka banget baca blognya. inspiratif!
Makasih mba Irma!
Kualifikasi dasar di Upwork pastinya harus bisa bahasa Inggris. Kemampuan yang lain mengikuti yang sudah ada aja mba.
Mbak Indri, dirimu kweren banget. Aku belajar dari dirimu nih. Aku baru mulai tertatih-tatih nih mencoba freelancer dengan ngeblog. Sejak baru lulus, aku jadi ASN sebagai dosen di PTS. Belajar freelance gini untuk persiapan pensiun sih…
Dirimu juga keren mba Han 🙂
ASN juga banyak banget peminatnya tapi yang tersaring sedikit banget. Kalau bisa lolos jadi ASN berarti udah top banget tuh buatku.
Wah… lama juga pengalaman mba freelance ya. Memang pekerjaan lepas itu enak, cuma harus pintar atur waktu. Belum2 coba upwork nih, harus coba
Iya mayan lama hehe
Ternyata menjadi karyawan ini attitude mesti dijaga banget yaa, kak..
Aku juga dulu kutu loncat, ehhee…pokonya dapat pekerjaan yang lebih baik, yang lama aku tinggalin.
Bahagiaa..
Karena aku selalu keluar dengan baik-baik dan sudah melewati lebih dari 1 tahun masa kerja.
Sekarang?
Semakin bahagia. Karena makin gak ngoyo masalah penghasilan karena freelancer bener-bener bisa atur sediri keuangan dan waktu kerja. Tapi memang mesti meningkatkan skills terus menerus yaa, kak..
Haturnuhun tulisannya sangat menginspirasi.
Kita kutu loncaters ya haha…iya mba Len, jadi freelance memang enaknya kita bisa ngatur waktu dan penghasilan kita sendiri.
bener mbak saya juga pernah ngerasain jadi karyawan di perusahan multinasional, naik gaji cuma di awal tahun dan ya gitu kadang ada hak preogratif dari direkturnya wkwk. baca tulisan mbak indri jadi semakin daftar di upwork nih hihi
Langsung cuss daftar aja mba Shafira, jangan tunggu lama2
Kalau di profesi saya sebelumnya, kenaikan gaji dilihat dari seberapa eksklusif tulisan yang dibuat. Profesi saya sebelumnya adalah wartawan. Susahnya adalah semua bekerja melebihi jam kerja. Tak ada uang lembur, atas nama profesi. Tak menerima uang dari narasumber, atau barang yang nilainya melebihi Rp 50 K. Berbeda dengan profesi-profesi lainnya hehehe. Sekarang sedang mencoba menjajal dunia freelance, semoga bisa mengikuti jejak Mbak Indri 🙂
aduh, susah juga ya mbak jadi wartawan. semoga segera tercapai mba Nieke menjadi freelancer, amin
Daku masih karyawan mba, sampai sekarang. Selama ini saya berpikir bahwa boss punya 1000 mata untuk tahu gimana kinerja para karyawannya. So, I just do my best. Bisa dibilang cara halus saya untuk naik gaji, hehehe… Dan selama ini begitulah yang saya rasakan. Kenaikan gaji selalu datang tepat pada waktunya. Dan tentu saja juga musti siap dengan tambahan tanggung jawab ketika kenaikan itu lumayan besar.
Ohya, saya setuju banget bahwa kalo pengin gaji yang bisa diatur sendiri memang paling enak adalah berbisnis atau menjadi freelancer.
Sehat-sehat dan sukses selalu untuk mba Indri 🙂
Setuju banget mba Win, enggak karyawan enggak freelancer, give the best pokoknya.
Yap, memang ada kinerja, ada tambahan remunerasi/gaji.
Sayangnya, sekarang banyak yg ga sabaran.
Ga pernah nunjukin performa cihuy, tapiii nuntut gaji tinggi muluuuuu
Tipikal orang kita memang banyakan seperti itu mba hehe